Bulan Maret ini saya mendapat pelajaran yang sangat penting tentang profesionalisme dalam kehidupan sehari-hari khususnya mahasiswa. Selama ini saya beranggapan bahwa profesionalisme hanya berlaku di dunia korporasi dan bidang organisasi mahasiswa untuk memperbaiki kondisi yang semakin tidak jelas.
Ternyata anggapan saya salah. Pada bidang kegiatan belajar mengajar juga memerlukan profesionalisme dalam menjalankannya. Profesionalisme yang dimaksud di sini adalah kehadiran dosen yang tepat waktu, sesuai jadwal, mahasiswa yang mengerjakan tugas tepat waktu, belajar serius dan tidak titip absen. Bulan ini hampir pada setiap Senin saya mendapatkan berbagai pelajaran berharga.
Senin minggu pertama. Sesampainya di depan pintu kelas saya bertemu dengan dosen saya dan beliau bertanya kepada saya.
“Minggu kemarin kamu ke mana kok tidak masuk?”
“Saya kemarin sakit meriang pak. Tidak enak badan.”
“Ah kamu itu baru sakit saja sudah izin tidak ikut kuliah. Kan sayang... kamu jadinya ketinggalan pelajaran”
“Oh iya pak hehehe”
“panas atau pusing sedikit paksa lah untuk masuk. Sayang lho kalo sampai ketinggalan pelajaran”
“Oh iya pak. Baik.”
“Ya sudah silahkan masuk. Ayo kita segera mulai pelajarannya”
“Baik pak.”
Senin minggu kedua. Ketika memasuki kelas saya disambut dengan pertanyaan dosen saya yang cukup mengubah kondisi psikologis saya minggu itu.
“Azzam, tugas kamu minggu kemarin mana?”
“Oh iya pak, kemarin saya sudah mengerjakan cuman belum selesai”
“Apa? Itu namanya tidak mengerjakan !!” dengan nada yang meninggi
“Iya pak saya belum selesai mengerjakannya” saya menjawab dengan ekspresi bingung mau jawab apa
“Kalo kamu belum bisa mengerjakan kenapa tidak minta maaf ke saya minggu kemarin? ”
Saya hanya bisa terdiam. Tidak bisa menjawab. Minggu pertama bulan ini saya semakin menyadari bahwa kita harus profesional dalam kegiatan akademik di kampus.
Senin minggu ketiga. Ketika memasuki kelas ternyata ruangan kosong tidak ada siapa pun. Ternyata kelas pada saat itu diliburkan. Informasi itu yang saya dapat dari tema sekelas. Kelas dilanjutkan besok paginya dengan menghadap ke ruangan dosennya untuk ujian lisan.
Keesokan harinya pagi-pagi saya sudah menunggu di depan ruang dosen untuk mengantre ujian lisan. Sesampainya di depan pintu dan hendak masuk saya dicegat dan diberi pertanyaan dengan nada yang kurang bersahabat.
“Kamu apa ke sini hah?”
“Saya hendak ujian lisan pak”
“Mahasiswa sombong tidak perlu ke sini. Keluar sana”
“Loh ada apa pak? Sombong kenapa?”
“Kemarin kamu itu saya kirim pesan lewat Google tidak kamu jawab bahkan dibaca saja tidak”
“Pesan lewat Google?” jawab saya kebingungan
“Iya Google Hangout”
“Oh maaf pak saya tidak tahu kalo bapak mengirimkan pesan lewat Hangout. Kebetulan saya tidak memasang aplikasi tersebut pak”
“Halah banyak alasan kamu. Sana keluar !” bentak bapak dosen
“Baik pak.”
Senin minggu keempat. Setelah kelas saya mempunyai agenda pertemuan mingguan untuk membahas progres proyek penelitian yang saya garap bersama profesor. Pada saat pemaparan saya menjelaskan bahwa Sabtu-Minggu kemarin jurusan mengalami listrik padam yang menyebabkan server tidak bisa diakses sehingga menghambat pengerjaan. Mendengar hal tersebut profesor saya kurang setuju lantas menegur saya.
“Mahasiswa sekarang memang banyak alasan. Masa’ hanya karena mati lampu menyebabkan pekerjaan tertunda? Jaman saya dulu ketika bekerja saya itu punya 3 penyimpanan yang berbeda. Satu di komputer kantor, disket dan harddisk yang saya taruh di rumah. Sehingga risiko seperti rumah kebakaran, kantor kebakaran dan sebagainya itu data saya masih aman. Paham?”
“Iya prof saya paham.”
“Lain kali saya tidak mau mendengar alasan receh lagi. Yang laptop rusak lah, flashdisk hilang, sakit flu, listrik mati dan sebagainya. Kamu harus bekerja dengan giat. Jangan mau kalah dengan bangsa India, China dan Jepang. Mereka itu memiliki etos kerja yang luar biasa. Bangsa kita itu tidak bodoh, hanya saja kurang greget dalama mengerjakan sesuatu. Orang Jepang yang bekerja di lab itu memiliki konsep seven eleven. Berangkat jam 7 pagi dan pulang jam 11 malam. Kamu harus bekerja lebih giat lagi dan antisipasi segala kemungkinan risiko yang akan dihadapi. Jangan sama dengan generasi jaman sekarang yang umumnya tidak mau berusaha keras tapi berharap mendapatkan hasil maksimal”
“Baik prof”
Semoga serentetan hikmah di bulan Maret ini bisa membuat saya semakin dewasa dan pantas menjadi pemimpin masa depan Indonesia demi terwujudnya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
Ternyata anggapan saya salah. Pada bidang kegiatan belajar mengajar juga memerlukan profesionalisme dalam menjalankannya. Profesionalisme yang dimaksud di sini adalah kehadiran dosen yang tepat waktu, sesuai jadwal, mahasiswa yang mengerjakan tugas tepat waktu, belajar serius dan tidak titip absen. Bulan ini hampir pada setiap Senin saya mendapatkan berbagai pelajaran berharga.
Senin minggu pertama. Sesampainya di depan pintu kelas saya bertemu dengan dosen saya dan beliau bertanya kepada saya.
“Minggu kemarin kamu ke mana kok tidak masuk?”
“Saya kemarin sakit meriang pak. Tidak enak badan.”
“Ah kamu itu baru sakit saja sudah izin tidak ikut kuliah. Kan sayang... kamu jadinya ketinggalan pelajaran”
“Oh iya pak hehehe”
“panas atau pusing sedikit paksa lah untuk masuk. Sayang lho kalo sampai ketinggalan pelajaran”
“Oh iya pak. Baik.”
“Ya sudah silahkan masuk. Ayo kita segera mulai pelajarannya”
“Baik pak.”
Senin minggu kedua. Ketika memasuki kelas saya disambut dengan pertanyaan dosen saya yang cukup mengubah kondisi psikologis saya minggu itu.
“Azzam, tugas kamu minggu kemarin mana?”
“Oh iya pak, kemarin saya sudah mengerjakan cuman belum selesai”
“Apa? Itu namanya tidak mengerjakan !!” dengan nada yang meninggi
“Iya pak saya belum selesai mengerjakannya” saya menjawab dengan ekspresi bingung mau jawab apa
“Kalo kamu belum bisa mengerjakan kenapa tidak minta maaf ke saya minggu kemarin? ”
Saya hanya bisa terdiam. Tidak bisa menjawab. Minggu pertama bulan ini saya semakin menyadari bahwa kita harus profesional dalam kegiatan akademik di kampus.
Senin minggu ketiga. Ketika memasuki kelas ternyata ruangan kosong tidak ada siapa pun. Ternyata kelas pada saat itu diliburkan. Informasi itu yang saya dapat dari tema sekelas. Kelas dilanjutkan besok paginya dengan menghadap ke ruangan dosennya untuk ujian lisan.
Keesokan harinya pagi-pagi saya sudah menunggu di depan ruang dosen untuk mengantre ujian lisan. Sesampainya di depan pintu dan hendak masuk saya dicegat dan diberi pertanyaan dengan nada yang kurang bersahabat.
“Kamu apa ke sini hah?”
“Saya hendak ujian lisan pak”
“Mahasiswa sombong tidak perlu ke sini. Keluar sana”
“Loh ada apa pak? Sombong kenapa?”
“Kemarin kamu itu saya kirim pesan lewat Google tidak kamu jawab bahkan dibaca saja tidak”
“Pesan lewat Google?” jawab saya kebingungan
“Iya Google Hangout”
“Oh maaf pak saya tidak tahu kalo bapak mengirimkan pesan lewat Hangout. Kebetulan saya tidak memasang aplikasi tersebut pak”
“Halah banyak alasan kamu. Sana keluar !” bentak bapak dosen
“Baik pak.”
Senin minggu keempat. Setelah kelas saya mempunyai agenda pertemuan mingguan untuk membahas progres proyek penelitian yang saya garap bersama profesor. Pada saat pemaparan saya menjelaskan bahwa Sabtu-Minggu kemarin jurusan mengalami listrik padam yang menyebabkan server tidak bisa diakses sehingga menghambat pengerjaan. Mendengar hal tersebut profesor saya kurang setuju lantas menegur saya.
“Mahasiswa sekarang memang banyak alasan. Masa’ hanya karena mati lampu menyebabkan pekerjaan tertunda? Jaman saya dulu ketika bekerja saya itu punya 3 penyimpanan yang berbeda. Satu di komputer kantor, disket dan harddisk yang saya taruh di rumah. Sehingga risiko seperti rumah kebakaran, kantor kebakaran dan sebagainya itu data saya masih aman. Paham?”
“Iya prof saya paham.”
“Lain kali saya tidak mau mendengar alasan receh lagi. Yang laptop rusak lah, flashdisk hilang, sakit flu, listrik mati dan sebagainya. Kamu harus bekerja dengan giat. Jangan mau kalah dengan bangsa India, China dan Jepang. Mereka itu memiliki etos kerja yang luar biasa. Bangsa kita itu tidak bodoh, hanya saja kurang greget dalama mengerjakan sesuatu. Orang Jepang yang bekerja di lab itu memiliki konsep seven eleven. Berangkat jam 7 pagi dan pulang jam 11 malam. Kamu harus bekerja lebih giat lagi dan antisipasi segala kemungkinan risiko yang akan dihadapi. Jangan sama dengan generasi jaman sekarang yang umumnya tidak mau berusaha keras tapi berharap mendapatkan hasil maksimal”
“Baik prof”
Semoga serentetan hikmah di bulan Maret ini bisa membuat saya semakin dewasa dan pantas menjadi pemimpin masa depan Indonesia demi terwujudnya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
Posting Komentar